Rabu, 11 Januari 2012

ETIKA DALAM KANTOR AKUNTAN PUBLIK

ETIKA DALAM KANTOR AKUNTAN PUBLIK


Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik
Keterterapan (applicability)
Aturan Etika ini harus diterapkan oleh anggota Ikatan Akuntan Indonesia – Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) dan staf profesional (baik yang anggota IAI-KAP maupun yang bukan anggota IAI-KAP) yang bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik (KAP).
Dalam hal staf profesional yang bekerja pada satu KAP yang bukan anggota IAI-KAP melanggar Aturan Etika ini, maka rekan pimpinan KAP tersebut bertanggung jawab atas tindakan pelanggaran tersebut.
Definisi/Pengertian
1. Klien adalah pemberi kerja (orang atau badan), yang mempekerjakan atau menugaskan seseorang atau lebih anggota IAI – KAP atau KAP tempat Anggota bekerja untuk melaksanakan jasa profesional. Istilah pemberi kerja untuk tujuan ini tidak termasuk orang atau badan yang mempekerjakan Anggota.
2.  Laporan Keuangan adalah suatu penyajian data keuangan termasuk catatan yang menyertainya, bila ada, yang dimaksudkan untuk mengkomunikasikan sumber daya ekonomi (aktiva) dan atau kewajiban suatu entitas pada  saat tertentu atau perubahan atas aktiva dan atau kewajiban selama suatu periode tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Data keuangan lainnya yang digunakan untuk mendukung rekomendasi kepada klien atau yang terdapat dalam dokumen untuk suatu pelaporan yang diatur dalam standar atestasi dalam penugasan atestasi, dan surat pemberitahuan tahunan pajak (SPT) serta daftar-daftar pendukungnya bukan merupakan laporan keuangan. Pernyataan, surat kuasa atau tanda tangan pembuat SPT tidak merupakan pernyataan pendapat atas laporan keuangan.
3.  Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah suatu bentuk organisasi akuntan publik yang memperoleh izin sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berusaha di bidang pemberian jasa profesional dalam praktik akuntan publik.
4. IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) adalah wadah organisasi profesi akuntan Indonesia yang diakui pemerintah.
5. Ikatan Akuntan Indonesia – Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) adalah wadah organisasi para akuntan Indonesia yang menjalankan profesi sebagai akuntan publik atau bekerja di Kantor Akuntan Publik.
6. Anggota adalah semua anggota IAI-KAP.
7. Anggota Kantor Akuntan Publik (anggota KAP) adalah anggota IAI-KAP dan staf professional (baik yang anggota IAI-KAP maupun yang bukan anggota IAI-KAP) yang bekerja pada satu KAP.
8. Akuntan Publik adalah akuntan yang memiliki izin dari Menteri Keuangan untuk menjalankan praktik akuntan publik.
9. Praktik Akuntan Publik adalah pemberian jasa profesional kepada klien yang dilakukan oleh anggota IAI-KAP yang dapat berupa jasa audit, jasa atestasi, jasa akuntansi dan review, perpajakan, perencanaan keuangan perorangan, jasa pendukung litigasi dan jasa lainnya yang diatur dalam standar profesional akuntan publik.

 INDEPENDENSI, INTEGRITAS DAN OBJEKTIVITAS
        Independensi.
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta (in facts) maupun dalam penampilan (in appearance).
       Integritas dan Objektivitas.
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus mempertahankan integritas dan objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material (material misstatement) yang diketahuinya atau mengalihkan (mensubordinasikan)  pertimbangannya kepada pihak lain.

STANDAR UMUM DAN PRINSIP AKUNTANSI.
        Standar Umum
Anggota KAP harus mematuhi standar berikut ini beserta interpretasi yang terkait yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI:
A.      Kompetensi Profesional. Anggota KAP hanya boleh melakukan pemberian jasa profesional yang secara layak (reasonable) diharapkan dapat diselesaikan dengan kompetensi profesional.
B.      Kecermatan dan Keseksamaan Profesional. Anggota KAP wajib melakukan pemberian jasa profesional dengan kecermatan dan keseksamaan profesional.
C.      Perencanaan dan Supervisi. Anggota KAP wajib merencanakan dan mensupervisi secara memadai setiap pelaksanaan pemberian jasa profesional.
D.      Data Relevan yang Memadai. Anggota KAP wajib memperoleh data relevan yang memadai untuk menjadi dasar yang layak bagi kesimpulan atau rekomendasi sehubungan dengan pelaksanaan jasa profesionalnya.
        Kepatuhan terhadap Standar.
Anggota KAP yang melaksanakan penugasan jasa auditing, atestasi, review, kompilasi, konsultansi manajemen, perpajakan atau jasa profesional lainnya, wajib mematuhi standar yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan oleh IAI.
.        Prinsip-Prinsip Akuntansi.
Anggota KAP tidak diperkenankan:
(1)   menyatakan pendapat atau memberikan penegasan  bahwa laporan keuangan atau data keuangan lain suatu entitas disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau
(2)   menyatakan bahwa ia tidak menemukan perlunya modifikasi material yang harus dilakukan terhadap laporan atau data tersebut agar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku,
apabila laporan tersebut memuat penyimpangan yang berdampak material terhadap laporan atau data secara keseluruhan dari prinsip-prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI. Dalam keadaan luar biasa, laporan atau data mungkin memuat penyimpangan seperti tersebut diatas. Dalam kondisi tersebut anggota KAP dapat tetap mematuhi ketentuan dalam butir ini selama anggota KAP dapat menunjukkan bahwa laporan atau data akan menyesatkan apabila tidak memuat penyimpangan seperti itu, dengan cara mengungkapkan penyimpangan dan estimasi dampaknya (bila praktis), serta alasan mengapa kepatuhan atas prinsip akuntansi yang berlaku umum akan menghasilkan laporan yang menyesatkan.

 TANGGUNG JAWAB KEPADA KLIEN
         Informasi Klien yang Rahasia.
Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia, tanpa persetujuan dari klien.
Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk  :
(1)   membebaskan anggota KAP dari kewajiban profesionalnya sesuai dengan aturan etika kepatuhan terhadap standar dan prinsip-prinsip akuntansi
(2)   mempengaruhi kewajiban anggota KAP dengan cara apapun untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti panggilan resmi penyidikan pejabat pengusut atau melarang kepatuhan anggota KAP terhadap ketentuan peraturan yang berlaku
(3)   melarang review praktik profesional (review mutu) seorang Anggota sesuai dengan kewenangan IAI atau
(4)   menghalangi Anggota dari pengajuan pengaduan keluhan atau pemberian komentar atas penyidikan yang dilakukan oleh badan yang dibentuk IAI-KAP dalam rangka penegakan disiplin Anggota.
Anggota yang terlibat dalam penyidikan dan review diatas, tidak boleh memanfaatkannya untuk keuntungan diri pribadi mereka atau mengungkapkan informasi klien yang harus dirahasiakan yang diketahuinya dalam pelaksanaan tugasnya. Larangan ini tidak boleh membatasi Anggota dalam pemberian informasi sehubungan dengan proses penyidikan atau penegakan disiplin sebagaimana telah diungkapkan dalam butir (4) di atas atau review praktik profesional (review mutu) seperti telah disebutkan dalam butir (3) di atas.
        Fee Profesional.
A.   Besaran Fee
Besarnya fee Anggota dapat bervariasi tergantung antara lain : risiko penugasan, kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan dan pertimbangan profesional lainnya.
Anggota KAP tidak diperkenankan mendapatkan klien dengan cara menawarkan fee yang dapat merusak citra profesi.
B.   Fee Kontinjen
Fee kontinjen adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional tanpa adanya fee yang akan dibebankan, kecuali ada temuan atau hasil tertentu dimana jumlah fee tergantung pada temuan atau hasil tertentu tersebut. Fee dianggap tidak kontinjen jika ditetapkan oleh pengadilan atau badan pengatur atau dalam hal perpajakan, jika dasar penetapan adalah hasil penyelesaian hukum atau temuan badan pengatur.
Anggota KAP tidak diperkenankan untuk menetapkan fee kontinjen apabila penetapan  tersebut dapat mengurangi indepedensi.

TANGGUNG JAWAB KEPADA REKAN SEPROFESI
         Tanggung jawab kepada rekan seprofesi.
Anggota wajib memelihara citra profesi, dengan tidak melakukan perkataan dan perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan    seprofesi.
         Komunikasi antar akuntan publik.
Anggota wajib berkomunikasi tertulis dengan akuntan publik pendahulu bila menerima penugasan audit menggantikan akuntan publik pendahulu atau untuk tahun buku yang sama ditunjuk akuntan publik lain dengan jenis dan periode serta tujuan yang berlainan.
Akuntan publik pendahulu wajib menanggapi secara tertulis permintaan komunikasi dari akuntan pengganti secara memadai.
Akuntan publik tidak diperkenankan menerima penugasan atestasi yang jenis atestasi dan periodenya sama dengan penugasan akuntan yang lebih dahulu ditunjuk klien, kecuali apabila penugasan tersebut dilaksanakan untuk memenuhi ketentuan             &nb sp;     perundang-undangan atau peraturan yang dibuat oleh badan yang berwenang.

 TANGGUNG JAWAB DAN PRAKTIK LAIN
         Perbuatan dan perkataan yang mendiskreditkan.
Anggota tidak diperkenankan melakukan tindakan dan/atau mengucapkan perkataan yang mencemarkan profesi.
        Iklan, promosi dan kegiatan pemasaran lainnya.
Anggota dalam menjalankan praktik akuntan publik diperkenankan mencari klien melalui pemasangan iklan, melakukan promosi pemasaran dan kegiatan pemasaran lainnya sepanjang tidak merendahkan citra profesi.
        Komisi dan Fee Referal.
A.    Komisi
Komisi adalah imbalan dalam bentuk uang atau barang atau bentuk lainnya yang diberikan atau diterima kepada/dari klien/pihak  lain untuk memperolah penugasan dari klien/pihak lain.
Anggota KAP tidak diperkenankan untuk memberikan/menerima komisi apabila pemberian/penerimaan komisi tersebut dapat mengurangi independensi.

B.     Fee Referal (Rujukan).
Fee referal (rujukan) adalah imbalan yang dibayarkan/diterima kepada/dari sesama penyedia jasa profesional akuntan publik.
Fee referal (rujukan) hanya diperkenankan bagi sesama profesi.

        Bentuk Organisasi dan Nama KAP.
Anggota hanya dapat berpraktik akuntan publik dalam bentuk organisasi yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dan atau yang tidak menyesatkan dan merendahkan citra profesi.


NAMA     : ARIF  HAFIZUDDIN
KELAS   : 4EB14
NPM       : 20208177

Etika dalam Auditing

Etika Dalam Auditing
A.    Etika Profesional
Etika secara harfiah bermakna pengetahuan tentang azas-azas akhlak atau moral. Etika secara terminologi kemudian berkembang menjadi suatu konsep yang menjelaskan tentang batasan baik atau buruk, benar atau salah, dan bisa atau tidak bisa, akan suatu hal untuk dilakukan dalam suatu pekerjaan tertentu. Istilah kode etik kemudian muncul untuk menjelaskan tentang batasan yang perlu diperhatikan oleh seorang profesional ketika menjalankan profesinya. Seperti halnya profesi-profesi yang lain, Akuntan juga mempunyai kode etik yang digunakan sebagai rambu-rambu atau batasan-batasan ketika seorang Akuntan menjalankan perannya. Pemahaman yang cukup dari seorang Akuntan tentang kode etik, akan menciptakan pribadi Akuntan yang profesional, kompeten, dan berdaya guna. Tanpa adanya pemahaman yang cukup tentang kode etik, seorang Akuntan akan terkesan tidak elegan, bahkan akan menghilangkan nilai esensial yang paling tinggi dari profesinya tersebut.
Fenomena akan keberadaan kode etik keprofesian merupakan hal yang menarik untuk diperhatikan. Hal ini terutama jika dikaitkan dengan besarnya tuntutan publik terjadap dunia usaha yang pada umumnya mengedepankan etika dalam menjalankan akifitas bisnisnya. Tuntutan ini kemudian direspon dengan antara lain membuat kode etik atau kode perilaku. Scwhartz (dalam Ludigdo, 2007) menyebutkan kode etik sebagai dokumen formal yang tertulis dan membedakan yang terdiri dari standar moral untuk membantu mengarahkan perilaku karyawan dan organisasi. Sementara fungsinya adalah sebagai alat untuk mencapai standar etis yang tinggi dalam bisnis (kavali., dkk, dalam Ludigdo, 2007). Atau secara prinsip sebagai petunjuk atau pengingat untuk berprilaku secara terhormat dalam situasi-situasi tertentu.
Dilema Etika dan Solusinya
Terdapat dua faktor utama yang mungkin menyebabkan orang berperilaku tidak etis, yakni:
a.    Standar etika orang tersebut berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Misalnya, seseorang menemukan dompet berisi  uang  di  bandar  udara (bandara). Dia mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di tempat terbuka. Pada kesempatan berikutnya, pada saat bertemu dengan keluarga dan teman-temannya, yang bersangkutan dengan bangga bercerita bahwa dia telah menemukan dompet dan mengambil isinya.
b.    Orang tersebut secara  sengaja  bertindak tidak etis untuk  keuntungan  diri sendiri.  Misalnya,  seperti contoh  di atas, seseorang menemukan dompet berisi uang di bandara. Dia mengambil  isinya  dan  membuang  dompet  tersebut  di
tempat tersembunyi dan merahasiakan kejadian tersebut.
Dorongan orang untuk berbuat tidak etis mungkin diperkuat oleh rasionalisasi   yang dikembangkan sendiri oleh yang  bersangkutan  berdasarkan  pengamatan dan pengetahuannya. Rasionalisasi tersebut mencakup tiga hal sebagai berikut:
         Setiap orang  juga  melakukan  hal  (tidak etis) yang  sama.·
Misalnya,  orang  mungkin  berargumen  bahwa  tindakan memalsukan  perhitungan  pajak,  menyontek  dalam  ujian, atau  menjual  barang  yang  cacat  tanpa  memberitahukan kepada pembelinya bukan perbuatan yang tidak etis karena yang  bersangkutan  berpendapat  bahwa  orang  lain  pun melakukan tindakan yang sama.
         Jika  sesuatu  perbuatan  tidak  melanggar  hukum  berarti perbuatan   tersebut   tidak   melanggar   etika.   Argumen tersebut  didasarkan  pada  pemikiran  bahwa  hukum  yang sempurna  harus  sepenuhnya  dilandaskan  pada  etika. Misalnya, seseorang yang menemukan barang hilang tidak wajib  mengembalikannya  kecuali  jika  pemiliknya  dapat membuktikan  bahwa barang  yang  ditemukannya  tersebut benar-benar milik orang yang kehilangan tersebut.·
         Kemungkinan bahwa tindakan tidak etisnya akan diketahui  orang   lain  serta sanksi  yang  harus   ditanggung   jika perbuatan  tidak  etis  tersebut  diketahui  orang  lain  tidak signifikan.  Misalnya  penjual  yang  secara  tidak  sengaja terlalu  besar  menulis  harga  barang  mungkin  tidak  akan  dengan  kesadaran mengoreksinya  jika  jumlah  tersebut  sudah   dibayar   oleh   pembelinya.   Dia   mungkin   akan memutuskan  untuk  lebih  baik  menunggu  pembeli  protes untuk   mengoreksinya,   sedangkan   jika   pembeli   tidak menyadari  dan  tidak  protes  maka  penjual  tidak  perlu memberitahu.·
B.   Kode Etik Profesi Auditor
Mukadimah prinsip etika profesi akuntan antara lain menyebutkan bahwa dengan seorang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga disiplin diri melebihi yang disyaratkan oleh hukum dan peraturan yang berlaku. Selain itu prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi. Sementara itu prinsip etika akuntan atau kode etik akuntan itu sendiri meliputi delapan butir. Kedelapan butir pernyataan tersebut merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan. Delapan butir tersebut terdeskripsikan sebagai berikut :
1. Tanggung jawab profesi :
Bahwa akuntan di dalam melaksanakan tanggungjawabnya sebagai profesional harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2. Kepentingan publik :
Akuntan sebagai anggota IAI berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepentingan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3. Integritas :
Akuntan sebagai seorang profesional, dalam memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya tersebut dengan menjaga integritasnya setinggi mungkin.
4. Obyektifitas :
Dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya, setiap akuntan sebagai anggota IAI harus menjaga obyektifitasnya dan bebas dari benturan kepentingan.
5. Kompetensi dan kehati-hatian profesional :
Akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi, dan teknik yang paling mutakhir.
6. Kerahasiaan :
Akuntan harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
7. Perilaku profesional :
Akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya.
8. Standar teknis :
Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas.
1.            &nb sp;               Independensi Profesi Auditor
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuantan Publik yang ditetapkan olh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta (infacts) maupun dalam penampilan (in appearance).
Independensi dalam Audit dapat diartikan sebagai sudut pandang yang tidak bias dalam melakukan ujian audit, mengevaluasi hasilnya dan membuat laporan audit. Auditor tidak hanya harus independen dalam fakta, tetapi juga harus independen dalam penampilan.
 Independensi dalam fakta : Auditor benar-benar mempertahankan perilaku yang tidak bias (independen) disepanjang audità
 Independensi dalam penampilan : Pemakai laporan keuangan memiliki kepercayaan atas independensi tsb.à
Independen berarti bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain dan tidak tergantung pada orang lain. Tiga aspek dalam independensi auditor, yaitu:
(a) Independensi dalam diri auditor (independence in fact): kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan berbagai faktor dalam audit finding.
(b) Independensi dalam penampilan (perceived independence). Independensi ini merupakan tinjauan pihak lain yang mengetahui informasi yang bersangkutan dengan diri auditor.
(c) Independensi di pandang dari sudut keahliannya. Keahlian juga merupakan faktor independensi yang harus diperhitungkan selain kedua independensi yang telah disebutkan. Dengan kata lain auditor dapat mempertimbangkan fakta dengan baik yang kemudian ditarik menjadi suatu kesimpulan jika ia memiliki keahliam mengenai hal tersebut.
Hal  yang  dapat  mempengaruhi  independensi  dan  objektivitas  seorang  auditor seperti :
1)   Hubungan keuangan dengan klien;
2)   Kedudukan dalam perusahaan yang diaudit ;
3)   Keterlibatan dalam usaha yang tidak sesuai dan tidak konsisten
4)   Pelaksanaan jasa lain untuk klien audit ;
5)   Hubungan keluarga dan pribadi ;
6)   Imbalan atas jasa profesional ;
7)   Penerimaan barang atau jasa dari klien ;
8)   Pemberian barang atau jasa kepada klien.
•          Revisi dari Persyaratan Independensi Auditor SEC
–      Kepentingan Kepemilikan
–      TI dan Jasa Non Audit lainnya
•            Dewan Standar Independen (Independence Standards Board/ISB)
memberikan rangka kerja konseptual bagi masalah independensi yang berhubungan dengan audit perusahaan publik
•            Komite Audit
Sejumlah anggota terpilih dari Dewan Direksi yang bertanggungjawab membantu Auditor untuk tetap independen dari manajemen
•            Berbelanja untuk Prinsip Akuntansi
•            Persetujuan Auditor oleh Pemegang Saham
Pemilihan KAP baru atau melanjutkan KAP yang ada melalui persetujuan pemegang saham
•            Penugasan dan Pembayaran Fee Audit oleh Manajemen
D.    Komite Audit
Adalah sejumlah anggota dewan direksi perusahaan yang tanggung jawabnya termasuk membantu auditor agar tetap independen dari manajemen. Kebanyakan komite audit terdiri dari tiga hingga lima atau terkadang paling banyak tujuh direktur yang bukan merupakan bagian dari manajemen perusahaan. Sarbanes-Oxley Act dan SEC mewajibkan semua anggota komte audit bersikap independen, dan perusahaan harus mengungkapkan apakah dalam komite audit paling sedikit ada satu pakar keuangan.
Sarbanes-Oxley Act selanjutny mensyaratkan komite audit perusahaan publik bertanggung jawab atas penunjukan, kompensasi, dan pengawasan atas ekerjaan auditor. Komite audit harus menyetujui terlebih dahulu semua jasa audit dan non audit, serta bertanggung jawab untuk mengawasi pekerjaan auditor, termasuk penyelesaian ketidaksepakatan yang melibatkan pelaporan keuangan antra manajemen dan auditor. Auditor bertaggung jawab untuk mengomunikasikan semua hal yang signifika yang dapat diidentifikasi selama audit kepada komite audit.



INDEPENDENSI DALAM AUDITING

Auditing dan Akuntan Publik “Auditing is an examination of a company’s financial statements by a firm of independent public accountants. The audit consists of a searching investigation of the accounting records and other evidence supporting those financial statements. By obtaining an understanding of the company’s internal control, and by inspecting documents, observing of assets, making inquiries within and outside the company, and performing other auditing procedures, the auditors will gather the evidence necessary to determine whether the financial statements provide a fair and reasonably complete picture of the company’s financial position and its activities during the period being audited.” (Whittington, et.al. dalam Agoes, 2001) Adapun unsur-unsur dari auditing itu sendiri jika ditarik dari beberapa pengertian di atas adalah:
1.Berupa laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya.
2.Pemeriksaan dilakukan secara kritis dan sistematis.
3.Pemeriksaan dilakukan oleh pihak yang independen, yaitu akuntan publik.
4.Tujuan dari pemeriksaan akuntan adalah untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa.
Menurut Mulyadi sebagaimana dikutip oleh Lina (2000), pengertian akuntan publik adalah: “Akuntan Profesional yang jasanya kepada masyarakat, terutama dalam bidang pemeriksaan terhadap laporan keuangan, yang dibuat oleh kliennya dan juga yang menjual jasa sebagai konsultasi pajak, konsultasi di bidang manajemen, penyusunan sistem akuntansi serta penyusunan laporan keuangan.” Sistem Pengendalian Mutu KAP
Sistem pengendalian mutu suatu KAP menetapkan sembilan unsur kendali mutu yang harus dipenuhi oleh kantor akuntan dalam melakukan profesinya, yaitu:
1. Independensi Independensi merupakan kebijakan yang menetapkan bahwa kantor akuntan publik memperoleh keyakinan yang layak bahwa para auditor, pada semua tingkatan atau jenjang, mempertahankan independensi sesuai dengan yang ditetapkan dalam Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP).
2. Penugasan para auditor
Kebijakan ini ditetapkan agar kantor akuntan publik memperoleh keyakinan yang layak bahwa pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh para auditor yang telah mendapat latihan teknis dan keterampilan yang memadai yang sesuai dengan penugasan.
3. Konsultasi
Ditetapkan dengan maksud agar kantor akuntan publik memperoleh keyakinan yang layak bahwa auditor pada kantor akuntan publik akan meminta bantuan sepanjang diperlukan dari orang yang mempunyai pertimbangan yang lebih matang ataupun otoritas.
4. Supervisi
Kebijakan dan prosedur dalam melaksanakan supervisi atas semua pekerjaan pada jenjang organisasi harus ditetapkan agar kantor akuntan publik memperoleh keyakinan yang layak bahwa pekerjaan yang dilaksanakan memenuhi norma pegendalian mutu yang ditentukan. Luas supervisi dan penelaahan yang tepat untuk suatu keadaan tergantung pada banyak faktor, termasuk kerumitan masalah yang dihadapi, kualifikasi auditor yang ditugasi, serta tersedia tidaknya dan dimanfaatkan tidaknya tenaga yang dapat memberikan konsultasi.
5. Pengangkatan auditor Hal ini harus ditetapkan agar kantor akuntan publik memperoleh keyakinan yang layak bahwa auditor yang diangkat memiliki karakter yang sesuai sehingga mereka mampu melaksanakan tugas secara kompeten.
6. Pengembangan profesional
Ditetapkan dengan alasan agar kantor akuntan publik memperoleh keyakinan yang layak bahwa para auditor memiliki pengetahuan yang diperlukan sehingga mereka mampu melaksanakan tugas yang diberikan.
7. Promosi
Ditetapkan dengan alasan agar kantor akuntan publik dapat memperoleh keyakinan yang layak bahwa para auditor yang dipilih untuk dipromosikan telah memiliki kualifikasi yang diperlukan untuk memikul tanggung jawab yang akan diserahkan padanya. Tata cara dalam mempromosikan auditor mempunyai pengaruh besar atas mutu pekerjaan suatu kantor akuntan publik.
8. Penerimaan dan pemeliharaan hubungan dengan klien
Ditetapkan dalam menerima atau memelihara hubungan dengan klien, agar sejauh mungkin dihindarkan terlibatnya nama kantor akuntan tersebut dengan klien yang mempunyai itikad kurang baik.
9. Inspeksi
Ditetapkan agar kantor akuntan publik memperoleh keyakinan yang layak bahwa prosedur yang ada hubungannya dengan unsur pengendalian mutu lainnya telah ditetapkan secara selektif.
Independensi
Independensi merupakan standar umum nomor dua dari tiga standar auditing yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang menyatakan bahwa dalam semua yang berhubungan dengan perikatan, independensi dan sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. Berdasarkan ketentuan yang dimuat dalam PSA (Pernyataan Standar Audit) No. 04 (SA Seksi 220), standar ini mengharuskan auditor bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum, dalam hal ini dibedakan dengan auditor yang berpraktik sebagai auditor intern. Dengan demikian, ia tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun, sebab bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya.
Dalam buku Professional Independence yang diterbitkan oleh The Institute of Chartered Accountants in Australia (1997) dijelaskan bahwa ”Independence is a  cornerstone of accountancy professional and one its most precious assets-nevertheless it is difficult to prove and easy to challenge”. Dalam buku Standar Profesi Akuntan Publik 1999 seksi 220 PSA No.04 Alinea 2, dijelaskan bahwa: ”Independensi itu berarti tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan dalam hal berpraktik sebagai auditor intern). Dengan demikian, ia tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun, sebab bilamana tidak demikian halnya, bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak yang justru paling penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya.” Aspek Independensi Menurut Taylor (1997), ada dua aspek independensi, yaitu:
1. Independensi sikap mental (independence of mind/independence of mental attitude), independensi sikap mental ditentukan oleh pikiran akuntan publik untuk bertindak dan bersikap independen.
2. Independensi penampilan (image projected to the public/appearance of independence), independensi penampilan ditentukan oleh kesan masyarakat terhadap independensi akuntan publik.
Penelitian ini menguji pengaruh dari independensi terhadap integritas laporan keuangan yang dinyatakan melalui berapa besar fee audit yang dibayarkan klien kepada auditor. Jika KAP menerima fee audit yang tinggi, maka KAP akan menghadapi tekanan ekonomis untuk memberikan opini yang bersih (dalam hal ini wajar tanpa pengecualian) dan dilain sisi juga dalam rangka mempertahankan klien itu sendiri sehingga tidak berpindah pada KAP atau auditor lain (Bamber, 2000) Pada lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep-20/PM/2002 terdapat Peraturan nomor VIII.A.2 yang berisikan tentang independensi akuntan yang memberikan jasa audit di pasar modal. Peraturan tersebut diantaranya membatasi hubungan auditee dan auditor dalam jangka waktu tertentu, yaitu emiten harus mengganti kantor akuntan setiap lima tahun dan setiap tiga tahun untuk auditor. Selain itu, pemberian jasa non audit tertentu, seperti menjadi konsultan pajak, konsultan manajemen, disamping pemberian jasa audit pada seorang klien tidak diperkenankan karena dapat mengganggu independensi auditor. Menurut Supriyono (1988:34) yang dikutip dalam penelitian Mayangsari (2002), ada enam faktor yang mempengaruhi independensi akuntan publik, salah satunya adalah jasa-jasa lain selain audit yang dilakukan oleh auditor bagi klien. Seringkali manajemen klien meminta kantor akuntan publik untuk memberikan jasa lain selain jasa audit. Pemberian jasa lain selain jasa audit menimbulkan pertanyaan yang mendasar apakah akuntan publik tersebut dapat mempertahankan independensinya. Corporate Governance Menurut Griffin (2002) pengertian corporate governance adalah : “The roles of shareholders, directors and other managers in corporate decision making.” Peraturan No. I-A tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek bersifat ekuitas di bursa huruf C-1, dimana dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan yang baik (good corporate governance). Perusahaan tercatat wajib memiliki:
1. Komisaris independen yang yang jumlahnya secara proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan Pemegang Saham Pengendali dengan ketentuan jumlah Komisaris Independen sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) dari jumlah seluruh komisaris.
2. Komite Audit.
3. Sekretaris perusahaan. Dalam penelitian ini, elemen-elemen yang terkandung dalam pengukuran mekanisme corporate governance adalah:
1.Persentase saham yang dimiliki oleh institusi
2.Persentase saham yang dimiliki oleh manajemen
3.Keberadaan komite audit dalam perusahaan
4. Keberadaan komisaris independen dalam perusahaan
Persentase Saham yang Dimiliki oleh Insitusi Persentase saham institusi ini diperoleh dari penjumlahan atas persentase saham perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan lain baik yang berada di dalam maupun di luar negeri serta saham pemerintah dalam maupun luar negeri. Persentase Saham yang Dimiliki oleh Manajemen Persentase saham yang dimiliki oleh manajemen termasuk didalamnya persentase saham yang dimiliki oleh manajemen secara pribadi maupun dimiliki oleh anak cabang perusahaan bersangkutan beserta afiliasinya. Komite Audit Komite audit merupakan badan yang dibentuk oleh dewan direksi untuk mengaudit operasi dan keadaan. Badan ini bertugas memilih dan menilai kinerja perusahaan kantor akuntan publik. (Siegel, 1996) Komite audit adalah suatu badan yang dibentuk didalam perusahaan klien yang bertugas untuk memelihara independensi akuntan pemeriksa terhadap manajemen. (Supriyono, 1998) Komite audit berfungsi untuk memberikan pandangan mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan kebijakan keuangan, akuntansi dan pengendalian intern. Tujuan pembentukan komite audit adalah:
1. Memastikan laporan keuangan yang dikeluarkan tidak menyesatkan dan sesuai dengan praktik akuntansi yang berlaku umum.
2. Memastikan bahwa internal kontrolnya memadai.
3. Menindaklanjuti terhadap dugaan adanya penyimpangan yang meterial di bidang keuangan dan implikasi hukumnya.
4. Merekomendasikan seleksi auditor eksternal. Salah satu cara auditor mempertahankan independensinya adalah dengan membentuk komite audit (Supriyono, 1998). Sesuai dengan fungsi komite audit di atas, sedikit banyak keberadaan komite audit dalam perusahaan berpengaruh terhadap kualitas dan integritas laporan keuangan yang dihasilkan.
Komisaris Independen
Komisaris independen merupakan sebuah badan dalam perusahaan yang biasanya beranggotakan dewan komisaris yang independen yang berasal dari luar perusahaan yang berfungsi untuk menilai kinerja perusahaan secara luas dan keseluruhan. Komisaris independen bertujuan untuk menyeimbangkan dalam pengambilan keputusan khususnya dalam rangka perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dan pihak-pihak lain yang terkait. Dapat disimpulkan keberadaan komisaris independen pada suatu perusahaan dapat mempengaruhi integitas suatu laporan keuangan yang dihasilkan oleh manajemen. Jika perusahaan memiliki komisaris independen maka laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen cenderung lebih berintegritas, karena didalam perusahaan terdapat badan yang mengawasi dan melindungi hak pihak-pihak diluar manajemen perusahaan. Kualitas Audit
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa auditor menawarkan berbagai tingkat kualitas audit untuk merespon adanya variasi permintaan klien terhadap kualitas audit. Penelitian-penelitian sebelumnya membedakan kualitas auditor berdasarkan perbedaan big five dan non big five dan ada juga yang menggunakan spesialisasi industri auditor untuk memberi nilai bagi kualitas audit ini seperti penelitian Mayangsari (2003). Teoh (1993) berargumen bahwa kualitas audit berhubungan positif dengan kualitas earnings, yang diukur dengan Earnings Response Coefficient (ERC). Penelitian kali ini menilai kualitas auditor berdasarkan pengelompokkan auditor big four dengan non big four, dikarenakan salah satu KAP big five yaitu Arthur Andersen telah dinyatakan collapsed.
Teori reputasi memprediksikan adanya hubungan positif antara ukuran KAP dengan kualitas audit (Lennox, 2000). Penelitian DeAngelo (1981) yang dikutip dari penelitian Lennox (2000) mengemukakan bahwa KAP yang besar memiliki insentif yang lebih untuk menghindari hal-hal yang dapat merusak reputasinya dibandingkan dengan KAP yang lebih kecil. Integritas Laporan Keuangan Mulyadi (2004) mendefinisikan integritas sebagai berikut: “Integritas adalah prinsip moral yang tidak memihak, jujur, seseorang yang berintegritas tinggi memandang fakta seperti apa adanya dan mengemukakan fakta tersebut seperti apa adanya.” Dalam penelitian Mayangsari (2003) integritas laporan keuangan didefinisikan sebagai berikut: “Integritas laporan keuangan adalah sejauh mana laporan keuangan yang disajikan menunjukkan informasi yang benar dan jujur.” Ukuran integritas laporan keuangan secara intuitif dapat dibedakan menjadi dua, yaitu diukur dengan konservatisme serta keberadaan manipulasi laporan keuangan yang biasanya diukur dengan manajemen laba. Beberapa peneliti menyatakan bahwa auditor lebih menyukai pelaporan yang konservatif DeFond dan Subramanyam (1998).

NAMA     : ARIF HAFIZUDDIN
KELAS    : 4EB14
NPM      : 20208177